Skip to main content

Kita Ingin Marah Kepada Siapa? Selain Marah Kepada Diri Sendiri

sumber: mail.google.com

Kemarahan memang tidak bisa jauh dari diri manusia, ia timbul ketika ekspektasi, keinginan atau situasi yang tidak dapat tercapai, kita akan marah dan menyalahkan banyak hal, hingga lupa memarahi diri sendiri. Listrik memang telah menjadi obyek vital bagi peradaban.

Ketika suatu waktu di daerah tempat kita tinggal, tiba-tiba listrik padam dan kita marah, satu-satunya objek kemarahan kita tertuju pada PLN — sebagai perusahan penyedian listrik milik negara.
Tetapi, padamnya listrik tentu dengan berbagai sebab, misalnya kerusakan pembangkit listrik, meledaknya transformator (trafo) atau tumbangnya tiang listrik di seberang jalan yang jauh dari keramaian, maka bersabarlah, hal itu hanyalah persoalan sederhana, ada yang lebih kompleks dari hal remeh seperti itu.

Kemarahan memang tidak bisa jauh dari diri manusia, ia timbul ketika ekspektasi, keinginan atau situasi yang tidak dapat tercapai, kita akan marah dan menyalahkan banyak hal, hingga lupa memarahi diri sendiri. Listrik memang telah menjadi objek vital bagi peradaban.
Tetapi, masihkah kita akan marah jika mengetahui ada berbagai macam proses yang mesti ditempuh untuk menerangi rumah-rumah kita di desa, menerangi pusat-pusat perbelanjaan di kota, gedung-gedung tinggi, lampu-lampu jalan, mengisi baterai smartphone kita yang kehabisan daya untuk bermain gameatau menghujat di sosial media dan hal-hal lainya.
Semoga saja kemarahan berubah jadi perenungan, kemarahan tidak terjadi lagi di mana pun, setelah menyaksikan film dokumenter Sexy Killers besutan Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta yang mulai dipublikasikan di kanal youtube Watcdoc Image, 13 April 2019, empat hari menjelang pemilu raya.

Film yang mengkritik perusahan-perusahan tambang besar milik para oligarki yang mengabaikan kelestarian lingkungan sekitarnya, dengan mengakibatkan sawah-sawah milik petani tidak lagi produktif karena tercemar lingkungan pertambangan yang begitu dekat dengan pemukiman dan lahan pertanian. pelan-pelan membunuh masyarakat di sekitar PLTU. Lalu apa hubungannya dengan paragraf pembuka di atas?

Watcdoc yang digawangi Dandhy dan Ucok memang intens membuat film dokumenter atas apa yang ia tangkap dari perjalananya yang panjang lewat sebuah perjalanan. Mereka menamainya Ekspedisi Indonesia Biru. Perjalanan mereka mendokumentasikan perihal kearifan budaya lokal, keadilan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Perjalanan mereka, dalam rentang waktu setahun berkeliling Indonesia menggunakan sepeda motor dan tanpa berafiliasi dengan sponsor atau semacamnya, mereka benar-benar membentengi dirinya dengan hal-hal seperti itu. Tentu saja agar perjalanan mereka benar-benar independen, tak ada tendensi dari pihak manapun. Hal itu disampaikan Dandhy saat wawancara di Kompas TV, 22 Maret 2016. Bahkan Sexy Killers yang sampai tulisan ini ditulis, telah dilihat lima belas juta penonton dalam rentang waktu lima hari.

Ekspedisi Indonesia Biru tidak menggali keindahan Indonesia, tetapi lebih penting dari itu, ia mengexsplore sudut pandang lain di negeri kita. Hal yang barangkali tidak pernah kita lihat atau dengar sebelumnya. Perjalanan itu dimulai pada Januari 2015 dan berakhir Desember 2015. Sexy Killers hanya bagian kecil dari perjalanan mereka.
Ada asimetris yang menggali kompleksnya persoalan perusahaan kelapa sawit di Kalimantan, Kala Benoa mengangkat perjuangan masyarakat Bali menolak reklamasi, Samin vs Semen memperlihatkan perlawanan masyarakat adat Samin terhadap pembangunan perusahaan semen di Kendeng, Jawa Tengah dan masih banyak hal lagi yang menjadi persoalan-persoalan mereka explore.

Sexy Killers membuka mata dan pikiran kita yang tertutup terkait bagaimana lampu-lampu di kamar kita bisa menyala. Adegan di awal film ini menggambarkan pasangan yang sedang berbulan madu di sebuah kamar yang dilengkapi beberapa perangkat yang membutuhkan listrik untuk digunakan, barang-barang elektronik yang digunakan ditampilkan dengan daya (watt) yang digunakan perangkat-perangkat elektronik tersebut.
“Kita semua tahu adegan yang akan terjadi selanjutnya, yang tidak kita tahu adalah bagaimana listrik bisa sampai ke kamar-kamar kita” begitulah film itu dibuka. Menampilkan bagaimana batu baru diproduksi, digali, dan dikirim ke pembangkit-pembangkit listrik di Jawa, Bali, dan Sulawesi menggunakan kapal-kapal tongkang yang seenaknya saja berlabuh di mana pun, bahkan di Taman Nasional sekali pun.

Adegan pembuka itu, paling tidak, bisa membuat kita merenung, memarahi diri sendiri, apakah kita bijak (tidak boros) dalam menggunakan energi? Hal itu tiba-tiba membuat saya marah kepada diri sendiri, karena terlalu boros menggunakan listrik. Setelah menyaksikannya, barangkali orang-orang yang lain pun demikian.
Setiap malam sebelum tidur, saya menyalakan kipas angin hingga saya terbangun, bisa pagi tetapi lebih sering di waktu siang. Setelah merenungkan hal itu, sebisa mungkin saya menghemat listrik, itulah upaya konkret yang bisa kita lakukan untuk menghemat energi.
Dibalik itu semua, ada batu bara yang menghidupkan pembangkit listrik dengan proses yang begitu panjang. Catatan Kementerian ESDM pada Mei 2018, mencatat penggunaan batu bara di Indonesia untuk menggerakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mencapai 32, 6 Juta ton. Artinya , produksi batu baru tentu akan semakin masif, karena kebutuhan energi yang memang semakin hari semakin naik.

Diperkuat oleh listrik di Indonesia, kebanyakan masih bergantung pada PLTU karena lebih murah dibandingkan dengan pembangkit lisrik yang lainnya, meski kini pemerintah tengah berupaya untuk membangun energi terbarukan. Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap dan Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Yang perlu diketahui adalah mengapa batu bara begitu masif jadi pilar utama untuk kebutuhan listrik kita, jawabannya tentu karena biaya produksinya yang lebih murah. Biaya produksi batu bara hanya 500 Rp/KwH, Gas 1.000 Rp/KwH, BBM atau disel 1.600 Rp/KwH dan yang paling mahal adalah energi matahari 2.900 Rp/KwH. Tentu kita sudah tahu alasannya, harga murah yang mesti dibayar adalah kesehatan, hingga nyawa yang pelan-pelan hilang setelah tepapar polusi PLTU.
Di Palu, Sulawesi Tengah, ceritanya lebih gamblang bagaimana limbah PLTU untuk menghidupkan listrik begitu terasa. PLTU Mpanau yang berkapasitas 66 Mega Watt yang memasok sebagian kebutuhan listrik untuk Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Warga sekitar PLTU terjangkit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), ada sekitar dua puluh warga Mpanau yang terjangkit, sebagian besar telah meninggal semenjak beroperasinya PLTU tersebut. Hal itu diungkapan oleh Rusli Arsyad yang rumahnya berseberangan dengan pagar PLTU. Dalam adegan ini, Rusli Arsyad juga memperlihatkan limbah PLTU yang tidak dikapalkan.
#

Comments

Popular posts from this blog

Tidak Ada yang Benar-Benar Abadi

sumber:  dulk.com Pada akhirnya semua yang ada di hadapanku  akan berbahagia dengan kesedihannya sendiri bukankah kebahagian ialah kesedihan itu? Seperti selayaknya pertemuan perpisahan pada akhirnya akan  menemukan jalannya masing-masing hari ini barangkali adalah perpisahan  yang tak pernah kita duga sebelumnya Bertahun-tahun mengabdikan segala asa dan upaya di sini ada banyak perihal dilalui  ada terpaan badai  yang mengetuk satu persatu pintu-pintu;  melewati hari-hari, bulan, tahun-tahun pelik Memecah ruang-ruang kelas yang hening ilmu dan dedikasi berjalan beriringan hingga usia mengucap selamat tinggal awan-awan yang bergerak memaksa  ingatan atas kehendak waktu menerabas segala kemungkinan-kemungkinan Tentang jalan mana yang ingin kita lalui, kelak tentang apa saja yang ingin kita pelajari dan pahami lalu kini kita berdiri di tempat ini, mengakhiri 4 tahun yang melelahkan disaksikan orang-orang dekat yang kita sayangi dan ha

Non Tunai di Dompetmu

sumber:  marketing.co.id Uang merupakan hal yang dibutuhkan oleh siapapun di dunia ini. Pasalnya, uang telah menjadi alat pembayaran yang digunakan untuk mendapatkan suatu barang melalui kegiatan jual beli. Karena itulah peran uang sebagai alat pembayaran sangat penting. Uang sebagai alat pembayaran tunai masih banyak digunakan. Namun, adanya jenis alat pembayaran non tunai bisa menggeser posisi uang tunai sebagai alat pembayaran. Fungsi uang   sebagai alat pembayaran memang tidak tergantikan karena uang merupakan satu-satunya alat pembayaran yang diakui di seluruh dunia. Namun, penggunaan uang sebagai alat pembayaran tunai terkadang menimbulkan masalah, karena uang tunai yang banyak dapat menarik seseorang untuk terlibat dalam kejahatan seperti kasus pencurian uang. Selain itu, uang tunai yang banyak juga merepotkan jika dibawa kemana-mana dalam bentuk uang tunai dan bisa memancing tindak kejahatan. Masalah ini membawa ma

Atomic Habits; Cara Sederhana Membangun Kebiasaan Baik

  Atomic Habits; Build Good Habits and Break Bad Ones adalah buku karya James Clear yang dirilis pada tahun 2018. Buku ini membahas bagaimana cara membangun kebiasaan yang baik dan menghilangkan kebiasaan buruk dengan cara yang sederhana namun efektif. Setelahnya, saya bergumam dalam diri lalu bertanya, apakah ngopi dan begadang adalah kebiasan buruk, Pak Clear?  Clear memulai bukunya dengan menekankan betapa pentingnya kebiasaan dalam kehidupan kita. Dia menunjukkan bahwa kebiasaan adalah tindakan yang dilakukan secara otomatis, dan oleh karena itu, kebiasaan kita membentuk siapa kita sebagai individu. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki kebiasaan olahraga setiap pagi, maka itu akan membentuk pola pikir dan perilaku yang lebih sehat. Namun, kebiasaan buruk dapat merusak kita juga. Seperti kebiasaan merokok atau makan junk food secara teratur dapat mengurangi kesehatan kita dalam jangka panjang. Oleh karena itu, sangat penting untuk membangun kebiasaan yang baik dan menghilangkan