sumber: behance.net |
Ketika penghujung desember tiba, ada begitu banyak
hal-hal yang dapat membawa saya ke tahun-tahun yang lalu, ke bulan-bulan lalu
dan hari-hari yang telah berlalu. Desember membawa saya, kita atau barangkali
kau juga untuk mengingat, merenung, dan merefeklsi hari-hari, bulan-bulan dan
tahun-tahun yang telah kita lalui.
Tentu ada begitu banyak hal yang berubah
dari diri kita; fisik maupun cara berfikir kita. Hari-hari yang telah kita lalui menjadi bermakna ketika hal itu telah berlalu, kita merindukan banyak hal; tempat-tempat
yang pernah kita kunjungi, orang-orang yang kita kenali, kisah-kisah yang
membentuk diri kita, momen-momen penting dalam hidup kita, hari-hari
bersejarah, cerita-cerita penuh tangis, hari-hari penuh tawa.
Tahun 2010 tepat sepuluh tahun yang lalu saya baru
saja tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang belum mengenal banyak hal seperti
internet salah satunya. Sepuluh tahun yang lalu itu, saya jalani tanpa listrik dan
jaringan internet di sebuah desa di pedalaman Tenggara Sulawesi.
Di sana, dulu kami bermain di aliran-aliran irigasi ketika sore tiba, yang sekelilingnya adalah areal persawahan yang membentang luas. Di desa tempat saya tumbuh itu adalah sebuah desa transmigrasi yang tentu saja memeliki begitu banyak suku, agama dan kebudayaan. Ada orang Jawa, Bali, Bugis, Toraja, Mandar.
Di sana, dulu kami bermain di aliran-aliran irigasi ketika sore tiba, yang sekelilingnya adalah areal persawahan yang membentang luas. Di desa tempat saya tumbuh itu adalah sebuah desa transmigrasi yang tentu saja memeliki begitu banyak suku, agama dan kebudayaan. Ada orang Jawa, Bali, Bugis, Toraja, Mandar.
Waktu kecil itu kami tidak membedakan siapapun, tidak memilih ingin
bermain dengan siapapun, hal itu membawa saya paham dan mengerti ketika dewasa, bahwa
perbedaan adalah hal yang mutlak yang kita miliki, kita tidak bisa memilih dan
menginginkan ingin lahir dari rahim suku, agama dan kebudayaan apa . Ketika dewasa
dan berada di sebuah tempat yang ramai dengan begitu banyak populasi, segala
fasilitas yang mendukung, tetap saja kita selalu merindukan hal-hal yang
sederhana dulu ketika kita masih anak-anak.
Setelah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) saya
merantau ke Selatan Sulawesi untuk bersekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Di sanalah saya ditempa, diajari kehidupan, diajari dengan orang-orang cerdas dan tulus, mengenal begitu banyak orang-orang dengan latar belakang yang berbeda.
Saya berterima kasih untuk itu semua, di tahun 2019 saya telah melakukan satu hal yaang besar menurut saya, salah satu hal yang istimewa untuk hidup saya, hal yang membuat kedua orang tua saya tersenyum, bahagia, bangga, Terharu, karena akhirnya anak keduanya yang malas ini dapat menyelesaikan studi S-1 nya dengan begitu banyak drama dan cobaannya.
Di sanalah saya belajar, bahwa masa kecil, rumah, orang tua dan kampung halaman adalah tempat paling mewah yang selalu kita rindukan ketika dewasa.
Kita akan merindukan apa saja ketika kita tidak lagi berada di sana, ketika hal-hal yang kau hadapi setelah dewasa adalah sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga, pelajaran itu tidak dapat ditemukan pada kurikulum dan universitas manapun di dunia ini.
Saya berterima kasih untuk itu semua, di tahun 2019 saya telah melakukan satu hal yaang besar menurut saya, salah satu hal yang istimewa untuk hidup saya, hal yang membuat kedua orang tua saya tersenyum, bahagia, bangga, Terharu, karena akhirnya anak keduanya yang malas ini dapat menyelesaikan studi S-1 nya dengan begitu banyak drama dan cobaannya.
Malam itu 9 Desember 2019 di Hotel Claro, Ayah saya kuajak
untuk datang menghadiri malam ramah tamah, sekaligus pisah sambut dengan semua
alumni Fakukltas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Makassar (UIM)
tempat saya dibentuk menjadi manusia seutuhnya. Tempat saya mengenal orang-orang hebat dan tulus, tempat saya diberi pengetahuan, tempat saya diberi pengalaman luar biasa.
Malam itu saya dipercayakan untuk memberikan kesan dan pesan mewakili alumni fakultas saya membacanya dengan penuh rasa bahagia, malu-malu dan diakhir saya membaca sebuah puisi perpisahan untuk teman-teman saya, dosen-dosen yang mengajari saya, kepada orang tua yang selalu tabah dan sabar menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana, saya merinding membacakan puisi itu, saya bertanya dalam Diri, mengapa saya berdiri di sini, membuat diri saya dan orang-orang lain bersedih?
Terima kasih untuk semua hal itu, saya berutang banyak hal kepada orang-orang yang saya sayangi.
Malam itu saya dipercayakan untuk memberikan kesan dan pesan mewakili alumni fakultas saya membacanya dengan penuh rasa bahagia, malu-malu dan diakhir saya membaca sebuah puisi perpisahan untuk teman-teman saya, dosen-dosen yang mengajari saya, kepada orang tua yang selalu tabah dan sabar menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana, saya merinding membacakan puisi itu, saya bertanya dalam Diri, mengapa saya berdiri di sini, membuat diri saya dan orang-orang lain bersedih?
Terima kasih untuk semua hal itu, saya berutang banyak hal kepada orang-orang yang saya sayangi.
Comments
Post a Comment