Makassar adalah kata kerja, Makassar adalah ingatan yang selalu membawa kita semua merenungkannya--bukan hanya semata-mata sebuah kota metropolitan di bagian timur Indonesia, tetapi, lebih dari itu. Makassar menjelma menjadi sebuah rumah yang lain dan begitu dekat.
Makassar adalah rumah bagi begitu banyak mahasiswa dari segala penjuru, dan pelosok Indonesia, terlebih di dari kawasan timur. Makassar adalah rumah kedua bagi kami, bertemu dengan orang-orang cerdas, hebat. Setiap sudut kotanya menyimpan begitu banyak kenangan di sana. Warung-warung kopi 24 jam yang seringkali kami kunjungi, sebagai tempat kami mengerjakan tugas-tugas kuliah, skripsi dan menonton liga Inggris dan kadang kala menyaksikan kebapukan emyu, hahah, saat kedua orang tua kami di kampung sedang tertidur pulas setelah letih bekerja agar anaknya di rantau dapat hidup, agar kiriman perbulan tidak telat datang. Pelataran-pelataran kampus yang selalu kami kngunakan untuk berdiskusi tentang apasaja.
Makassar menjadi rumah bagi begitu banyak mahasiswa dan anak-anak muda dari berbagai macam daerah, kebudayaan dan juga tentu saja identitas yang mereka bawa. Jalan Perintis Kemerdakaan di Tamalanrea adalah salah satu jalan yang paling banyak menyimpan memori, ingatan dan kenangan di sana. Warung-warung kopi bertebaran sepanjang jalan yang buka 24 jam—kami memesan kopi satu gelas kemudian duduk berjam-jam hingga tak terasa pagi pun tiba. Celakanya, biasa perkuliahan dimulai jam 8, tentu saja kami tidak tidur dan tidak mandi lalu tancap gas menuju kampus tercinta.
Setiap tahun, tentu saja, kita selalu menyaksikan senior-senior kita wisuda, mereka begitu bahagia mengenakan toga.
Comments
Post a Comment