weandthecolor.com
Saya telah berjanji di dalam
diri untuk tidak lagi jatuh hati pada seseorang perempuan, hal itu berkali-kali
ku ucapkan di dalam diri tentu juga kepada perempuan yang sungguh saya cintai.
Perempuan yang sungguh tulus mencintai semua di dalam diri saya, ia mencintai
sepenuh hati, ia merelakan semua hal yang dia miliki kepada saya. Ia selalu
mendukung hal-hal yang saya kerjakan, impian-impian yang ingin saya raih,
sebelum pada akhirnya saya mempertangungjawabkan cinta saya di hadapannya
dengan menikahnya.
Lima tahun yang lalu saya
selalu mendengar namanya disebut oleh teman-teman nongkrong saya di kantin
kampus. Ada seorang teman saya yang begitu menginginkannya untuk dia miliki.
Ketika ia sekadar lewat di depan kami, teman-teman nongkrong saya di kantin selalu
meledek teman yang sedang naksir dengan seorang perempuan yang pada akhirnya
menjadi kekasih saya tiga tahun kemudian.
Saya pernah bertanya kepadanya
ketika awal-awal pacaran, dua tahun yang lalu—tentang teman nongkrong saya yang
menyukainya. Ia membenarkan hal itu, bahkan teman nongkrong saya pernah
mengungkapkan perasaannya, tetapi ia tidak menerimanya dengan alasan ia
dianggap sebagai seorang kakak saja di matanya, tidak lebih dari itu.
Ada begitu banyak waktu, kisah
dan hari-hari yang saya lalui bersamanya. Yang paling fundamental adalah ketika
kami berdua sama-sama berjanji—tepat pada perganti tahun baru dari 2018 ke
2019. Ketika kembang api di kota ini berhenti menyala, kami berbincang hal-hal
serius dan harapan-harapan kita berdua tahun depan—tahun 2019. Kami berdua
bersepakat untuk sama-sama menyelesaikan studi S1 bersama.
“tahun
ini haruski selesaikan kuliahta, janjiki sama saya, orang tua juga itu pasti
akan senang ketika nalihat mki selesai setelah bertahun-tahunki kuliah, Insya
Allah sama-samaki wisuda nanti.” katanya.
Malam itu di sebuah cafe di depan Rotterdam, ia mengatakan itu dengan sangat serius dan penuh harap, tiba-tiba saya merenungkan dan menanamkan hal itu pada diri untuk menyelesaikan janji kita bersama, janji kita berdua untuk sama-sama selesai di tahun 2019. Setelah perayaan tahun baru bersamanya, saya selalu berharap di dalam diri, bahwa perempuan yang saya cintai ini adalah perempuan yang kelak akan menjadi istri saya, menemani hari-hariku bersamanya, hinga tua, hingga maut menjemput.
Belum pernah kutemukan sebelumnya, seorang perempuan yang begitu menyangi saya seperti ini, ia benar-benar ingin hidup bersama saya. Apapun yang saya makan pada masa-masa kuliah dulu, ia selalu berbahagia yang jelas saya menenemanimya, menghabiskan waktu bersamanya, menikmati sunset di Teluk Makassar, menikmati kuliner yang dia sukai di samping kampus. 2019 tahun yang begitu sibuk di hidup saya, saya mengerjakan skripsi, saya bekerja di laundry dan selama 58 hari pindah-pindah hotel karena menjadi panitia diklat penguatan kepala sekolah dari 3 kabupaten di Sulawesi Selatan.
Kadang-kadang di tengah aktivitas kita berdua yang begitu sibuk, kami selalu punya waktu bersama, menonton konser Sheila On 7, menonton band Indie favoritnya, makan pisang epe mandiri langanannya. Saya punya kisah pilu bersama dengan pisang epe, suatu waktu saya berdua berencana untuk pergi ngesunset bersama di belakang Trans Studio Mall (TSM), tetapi tiba-tiba setelah sampai di Losari, kami berdua tergoda dengan pisang epe. Saya memeriksa dompet saya tidak ada lagi selembar pun rupiah. Lalu saya bertanya kepadanya “ adaji uangta gah”?, ia bilang; “ada tapi tinggal 15 rb, tapi biarmi ayomi makan, satu saja kita pesan, berdua mki makan”.
Saya menghela nafas, dan
bergumam di dalam diri, perempuan inilah perempuan yang Tuhan kirim untuk
menjadi istriku. Setelah itu kami duduk bersama, saya meletakan tas di sebelah
tempat duduk saya, lalu mengambil air minum yang saya bawa dari kosan.
Pisang epe telah datang, kami
berdua sama-sama memakannya, sambil tertawa bersama bahwa nasib kita hari ini
begitu memprihatinkan, makan sepiring berdua pisang epe sambil memandangi laut
dan menyaksikan matahari terbenam di Teluk Makassar.=
Setelah kami menghabiskan pisang epe, kami bergegas untuk pulang. Di atas motor kami menertawai diri kita berdua. Dan saya berkata padanya dengan serius, “sayang nanti ketika saya sudah punya uang, kuajaki lagi makan pisang epe sepuasnya nah” sabarki. Saat-saat seperti itu, kami masih bisa tertawa bersama dengan sebuah pisang epe yang kami nikmati berdua, saya semakin yakin dengan dirinya.
Bulan September bulan yang
begitu sibum bagi kami berdua, revisi skripsi dan saya mesti mengejar sampai
bulan oktober, deadline ujian terakhir. Saya juga masih berada di hotel dalam
karena sebagai panitia diklat yang digaji perminggu dan saya 8 minggu menjadi
panitia. Kepala sekolah dari Gowa, Takalar dan Jeneponto adalah peserta diklat
kali ini.
Saya rindu dengannya saya mengabarinya untuk datang bertemu, saya curi-curi waktu dan keluar dari hotel untuk bertemu perempuan yang begitu kusayangi, saya mengajaknya makan bersama di sebuah cafe di depan Rotterdam, cafe tempat kami merayakan pergantian tahun. Saya menuju cafe tersebut bersamanya dan 2 orang temannya yang saya kenal juga. Kami makan bersama sambil menikatmati matahari tenggalam yang sedikit terhalang oleh pelabuhan Makassar.
Setelah itu saya masih enggan
jauh darinya, saya masih merindukannya, saya kemudian mengajaknya untuk makan
pisang epe, kali ini di pisang epe mandiri langganannya. Dia memesan dan kami
duduk sambil bercerita, saya bercerita bahwa saya curi-curi waktu dan keluar
dari hotel untuk bisa bersamanya.
Setelah pesanan kami datang, ia
memesan pisang epe keju, sementara saya coklat kacang, karena saya tidak begitu
menyukai keju, kali ini bukan seperinh berdua. Saya kemudian bertanya apakah
masih mengingat kisah kita yang pernah makan pisang epe sepiring berdua? Ia
tertawa besar hahahaha, sambil memukul manja pundak saya, lalu ia menceritakan
kisah menyedihkan itu kepada kedua temannya.
Sepenggal kisah-kisah itu membuktikan bahwa, cinta dan kasih sayang begitu kuat tertanam, dalam keadaan apapun ia tetap dan selalu mencintai saya, mendukung hal-hal yang saya kerjakan, mendukung impian-impian yang rencanakan. Setelah tugas di hotel selesai, saya kembali ke kampus untuk mengurus berkas-berkas sebagai persyaratan wisuda. Setelah skripsi saya ditantangani oleh pembimbing saya yang juga begitu dekat dengan diri saya. Pernahkah kau membayangkan dosenmu sendiri datang membangunkanmu di kosan, saya pernah mengalami itu.
Kami berdua kembali mengingat
rencana-rencana kami di pergantian tahun baru itu, dan sekarang sudah 90 %
berhasil kita gapai. 23 November kami sah sebagai sarjana, seteah disumpah di
hadapan pimpinan fakultas. Hari-hari itu kami terharu, bahwa usaha-usaha kita
tidak sia-sia, kita saling menepati janji untuk menuntaskan studi S1 bersama.
Kami terharu, dosen-dosen kami terharu melihat kami teah menyelesaikan studi
dengan begitu banyak drama, air mata, waktu, energi dan rasa haru. Saya
meneteskan air mata mengetik bagian ini, sungguh.
10 Desember 2019 bertepan dengan hari ulang tahu saya, dan sehari sebelumnya kami bersama dengan teman seangkatan melakukan ramah tamah tingkatan fakultas di Hotel Claro. Saya kembali haru di sana, kami berdua benar-benar telah menyelesaikan studi. Setelah acara selesai, saya mengajaknya untuk pulang bersama, tetapi, ia menyuruh saya pulang duluan, sebab ada temannya yang ikut di mobilnya, ia akan mengantarnya pulang.
Setelah tiba, sekiranya pukul 12:00 dia datang di depan rumah kontrakan yang juga sebagai tempat laundry, tempat saya kerja-kerja sambilan. Ia datang bersama temannya dan mengucapkan ulang tahun kepada saya, saya kembali hari di sini, kubilang padanya terima kasih, sayang, besok kita sama-sama akan wisuda, tepat 10 Desember 2019 hari ulang tahun saya, saya memeluknya dengan erat, di hadapan teman dan adiknya. Haru sekali momen ini, Sungguh. Keesokan harinya, kami bertemu lagi di Hotel Dalton, tempat acara wisuda diselengarkan. Sebelum acara wisuda, kami berdua berfoto bersama. Lalu setahnya kami juga melaksanakan foto bersama.
Momen penting yang kami lalui
bersama adalah sebuah kisah yang begitu haru, kami saling menguatkan untuk
bersama sama berjuang untuk menggapai cita, untuk membuktikan bahwa terpaaan
badai apapun akan kita lewati bersama dengan sabar, kerja keras, doa dan juga
cinta dua anak manusia yang dipertemukan di sebuah pencarian cinta, yang begitu
lama tersesat di hutan rimba. Kami saling menemukan dan saling berbahagia.
Setelah momen penting itu kita
lewati, saya lebih sibuk bekerja di laundry, setelah masa-masa indah itu. Ia
mengajar di sebuah sekolah yang tidak jauh dari rumahnya, setelah pulang dari
sekolah, dia selalu menghubungi saya , ia selalu ingin datang bertemu dengan
saya, dan makan bersama dengan saya.
Setelah fase-fase itu kami lewati, kami kembali bicara serius untuk bagaimana langkah kita ke depan. Kami kemudian memutuskan untuk melanjutkan studi S2 bersama. Rencana saya di Malang dan dia tetap di Makassar. Tapi rencana adalah rencana yang kadang tidak bisa berjalan mulus, pandemi datang dan mengacaukan banyak hal. Banyak hal yang tutup di kota jni, termasuk tempat laundry yang menghidupi saya beberapa bulan seteah wisuda. Saya pulang ke kampung halaman selama beberapa bulan, saya begjtu rindu dengan kekasih saya, yang kali ini saya tinggal begitu lama. Ia juga berkali-kali menyatakan begjtu rindu dengan saya. Tapi, pandemi waktu ktu sedang hangat-hangatnya.
Hingga pada akhirnya saya gagal lanjut studi di Malang dan pada akhirnya tetap di Makassar, di kampus yang sama lagi dengannya. Satu hal, barangkali Tuhan dan alam raya tidak ingin kami berjauhan. Ia ingin kami berada di langit yang sama di kota yang sama. Setah studi S2 saya selesai, saya akan menikahinya, kedua orang tuaku, sudah kuberitahu tentang rencana itu.
Kisah-kisah yang kami lewati
adalah bukan kissh kisah tanpa kesedihan, pertengkaran dan amarah, tak ada
satupun hubungan yang bahagia tanpa bumbu-bumbu seperti itu, kita hanya perlu
menyikapinya dengan sebaik mungkin, meski kadang kala kita tenggalam di sana.
Paling tidak kita berdua saling mengingatkan, ada rencana besar yang belum kita
wujudkan berdua.
Kurang lebih 20 hari lagi, saat tulisan ini kubuat sampai subuh, dia akan berulang tahun. Saya tengah mempersiapkan kado sederhana untuknya yang semoga saja membuat dia senang. Ketika ulang tahunya 2 tahun lalu saya menghadiahkannya sebuah buku Mendengerkan Coldplay. Alasannya jelas dia begitu menyukai semua hal tentang coldplay sejak masih belia, sejak ia masih SMP. Bahkan saya pernah berkata pada dirinya, coba tuliskan saya sesuatu hal tentang coldplay yang begitu kita sukai itu.
Ada satu hal yang hampir saya lupa, dia adalah perempuan yang menenamani saya selama berhari hari di kedai sekitar Tamalanrea ketika saya mengerjakan Suhu Udara, tulisan-tulisan yang begitu lama mengendap di folder-folder laptop. Ia menemani saya duduk berjam-jam di depan laptop. Hingga pada akhirnya saya kirimkan ke penerbit. Masih ada begitu banyak hal kisah kisah yang belum saya tuliskan di sini, tetapi, saya berjanji akan melanjutkan tulisan inj di lain waktu, ketika kami berdua telah menikah, ketika kami berdua mencatatkan nama kami di buku nikah tentu saja.
Comments
Post a Comment