Partisi (guepedia, 2020) |
Laki-Laki juga punya ketulusan di dalam Dirinya Perihal Mencintai Kekasihnya
Saya ingin membuka tulisan ini dari sebuah
pandangan dari dua filsuf, baik dari filsuf barat ataupun dari filsuf timur.
Pertama-tama dari Jalaludin Rumi, seorang FIlsuf Timur yang begitu terkenal
perihal teorinya tentang cinta. Rumi membagi cinta (mahabbah) ke dalam
dua bagian. Tetapi Rumi berangkat dari sudut pandang yang berbeda dari sufi
lainnya, yaitu Rumi melihat dari penampakan dan penempatan cinta itu sendiri.
Yang kedua adalah dari Erich Fromm, seorang filsuf psikoanalisis
humanisme berkebangsaan Jerman yang menjelaskan
bahwa
cinta adalah
suatu kegiatan
yang
aktif.
Karena itu
cinta memiliki kebebasan
untuk menentukan dirinya dan mencintai
adalah memberikan kebebasan demi pertumbuhan yang dicintai.
Dengan demikian, cinta bukanlah
suatu
pengaruh pasif.
Dari segi panampakan, cinta tumbuh ketika
Tuhan sebagai wujud menampakkan kecantikannya kepada alam, yang pada saat itu
masih berupa realitas potensial. Rumi melihat bahwa penampakan inilah yang
menjadi sebab ia jatuh cinta kepada Tuhan. Sedangkan penempatan cinta menurut
Rumi adalah bahwa cinta tidak hanya dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya
saja, tetapi juga dimiliki alam
semesta, atau disebut dengan 'cinta cemesta' atau cinta universal.
Dalam pandangan Rumi, Tuhan adalah pencipta semesta yang menciptakannya dari ketidakmaujudan. Namun demikian, ketidakmaujudan itu bukanlah ketiadaan murni. Akan tetapi ketidakmaujudan mengandung kenyataan dan potensial yang aktualisasinya menjadi kemaujudan (eksistensi) bergantung sepenuhnya pada kemurahan Tuhan.
Di dalam Partisi sebuah prosa yang ditulis oleh AM. Muslihin yang menceritakan secara kompleks bagaimana kehidupan romantisme atau saya sebut sebagai cinta sepasang manusia—antara laki-laki dan perempuan. Sebuah kisah cinta masyarakat urban yang sangat kompleks akan hal-hal yang mereka hadapi; kecemburuan, rasa memiliki, ketulusan seorang laki-laki, tempat-tempat yang selalu mereka habiskan berdua di kedai-kedai kopi, bandara yang acapkali menjadi ruang perpisahan dan pertemuan.
Persoalan-persoalan sederhana yang mereka
hadapi selalu berawal dari hal-hal sederhana yang remeh, tetapi seringkali
berbuntut panjang hanya sekadar untuk memperdebatkan hal-hal yang kufikir tidak
fundamental secara filosofis, tetapi hal itu kemudian bukan perihal yang
salah atau keliru, sebab dalam cinta
atau dalam hubungan—komplesitas perihal itu adalah sebuah kewajaran yang bisa
saya terjemahkan bahwa hubungan itu tumbuh dengan dinamis, tumbuh dengan
berbagai macam persoalan, yang tentu saja tugas sepasang untuk menemukan jalan
keluar. Sebab persoalan-persoalan tidak akan pernah habis datang menghampiri,
hal itulah yang kemudian menjadikan kebahagian-kebahagian yang semua insan
inginkan.
Gagasan yang kufikir penting—untuk mengubah
streotipe laki-laki di hadapan perempuan adalah, laki-laki sejatinya adalah
juga manusia yang memiliki hati untuk dia gunakan dalam hubungan percintaan, di
dalam diri laki-laki juga ada ketulusan di sana—hanya saja antara keduanya
kadang-kadang menejermahkan ke hal yang berbeda, tetapi tujuannya adalah satu;
kebahagiaan yang hakiki, kasih sayang yang tak pernah berhenti, ketulusan yang
dalam.
Comments
Post a Comment